PAHLAWAN CILIK DARI PINGGIR SUNGAI


Sungai adalah lingkunganku dan dia adalah bagian dari nyawaku.
Sungai, ya seperti biasa kegiatan rutinku setiap minggu pagi adalah membersihkan bantaran sungai di depan rumah kumuhku.
”Tito! Kamu ngapain sih? Kaya gak ada kerjaan aja. Ayo main, daripada ngurusin sungai yang gak ada guna , mendingan gabung sama anak-anak.” Seru Adam yang merupakan tukang parkir cilik yang telah putus sekolah. “siapa bilang gak ada gunanya? Kalau lingkungan kita bersih kita jugakan yang nyaman. Kalo masalah main nanti saja setelah aku membersihkan sungai ”balasku. “ya , tapi kan ini hari minggu, ini waktunya main. Tapi kalau kamu emang maunya nanti , ya sudah aku main duluan sama anak-anak.” jawab Adam.
Aku tak perduli orang berkata apa namun hanya satu kalimat yang ada dijiwaku sungai adalah lingkunganku dan dia adalah bagian dari nyawaku. Sehingga Aku membersihkan sungai dengan senang hati, karenaku yakin suatu saat nanti sungai ini akan bersih dan kampungku menjadi asri.  Mungkin sebagian orang akan menganggapku aneh, anak kecil yang kurus berusia 10 tahun setiap minggu selalu berjuang membersihkan sungai . Sedangkan anak-anak lain santai dengan bermain bersama teman-temannya.
                                                                                         ***
“Ibu… Tito lapar. Kok gak ada makanan?” ucapku setelah lelah membersihkan sungai dan bermain bersama temanku. Tak ada suara jawaban dari ibu, akupun menjelajahi setiap sudut rumah kumuh yang mungkin tidak pantas untuk disebut sebuah rumah.
Seketika nafasku sesak, aliran darahku seakan terhambat sejenak kusaksikan ibu telah tertidur di lantai dapur dengan selembar kertas di tangan.
“ibu…ibu…..” teriakku dengan tetes air mata yang terus membanjiri wajahku.
tetanggapun hilir mudik masuk kedalam rumah. Mereka semua hanya menenangkanku dan berkata “ibumu akan tenang di alam sana”
“TIDAAAAAAAAAAAAAAAAKKKKKKK, ibu jangan tinggalkan Tito. Jangan tinggalkan aku. Sudah cukup ayah pergi. Bangun ibu, bangun!!!! ” teriakku karena menyaksikan tubuh lemas yang telah direnggut nyawanya . Aku semakin penasaran dengan kertas yang dipegang ibuku. Nafasku semakin sesak ketika ku tau bahwa aku telah dikeluarkan dari sekolah karena tidak mampu membayar SPP selama 8 bulan.
***
AKU MUAK
dunia tamak ini semakin menggerogoti ragaku. Menanti langit kan terus berawan, letih hari ku lalui tanpa arah dan tujuan
Seakan terbawa arus, setiap malam aku termenung dipinggir sungai mengingat tragisnya hidupku .Ayahku harus meninggalkanku ketika aku berusia 6 tahun karena kecelakaan. Sekarang aku harus kembali kehilangan ibuku karena penyakit jantung turunan. Kini hanya ada aku dan adik perempuanku yang berusia 3 tahun. Yang bernama Tara.
                Dingin angin malam tak sanggup lagi kutahan, kuputuskan untuk masuk kedalam rumah. Ku putuskan untuk membereskan barang-barang ibu. Tak sengaja kutemukan sebuah foto ayah yang telah terpotong. Lalu kubalik foto tua itu. Disana tertuliskan sebuah puisi singkat yang telah terpotong bagian bawahnya.
Satu tarikan nafas adalah hidup
satu aliran darah adalah nyawa
setitik harapan adalah suatu perubahan
jejak-jejak kaki  adalah sebuah lukisan
torehan jari hanyalah penghias kata
Kadang mata tertutup melihat sampah
……………………..
Aku bertanya-tanya apakah lanjutan dari puisi yang terpotong dari puisi tulisan tangan dari ayahku.
Anganku pun melayang pada kejadian ketika aku bersama ayah duduk berdua dipinggir sungai.
“ayah, kenapa sih kok setiap hari ayah selalu membersihkan sungai?” tanyaku
“karena sungai ini adalah bagian dari tempat tinggal kita, percayalah dibalik usaha yang kita lakukan pasti ada keajaiban yang akan datang”jawab ayah dengan wajah senyum menghiasi pipi. ”dan ingat jangan sampai mata kita tertutup melihat sampah , karena sebuah sampah bisa menjadi sebuah berlian” tambah ayah.
“ah… ayah ada-ada aja mana ada sampah berubah jadi berlian”jawabku. Ayah hanya tersenyum mendengar kata-kata yang keluar dari bibir kecilku.

         Jujur hingga saat ini aku masih bingung kenapa ayah bisa berkata sampah bisa menjadi berlian. Padahal itu adalah dua hal yang sangat berbeda jauh. Yang satu dibuang sedangkan yang satu dicari.
                                                                                                    ***
pasir waktu terus berjatuhan, namun tangis ini hanya berenang di sudut mata
 kini jubah gelap langit mulai menghilang
awanpun kembali ceria bernari bersama sang bintang, namun goresan luka dilangit nadi tak jua punah
”To, kamu jangan murung terus dong. Kasian tuh adik kamu, dia nangis terus minta susu. Apa kamu tega ngeliat Tara terus meminta belas kasih dari tetangga yang juga sama seperti kita. Sama-sama susah.” Suara itu keluar dari Adam. Entah mengapa suara itu memberiku kobaran semangat untuk tetap bangkit menghadapi hidup.
“benar juga kata kamu dam, disini bukan cuma aku yang bakal menderita tapi adikku juga. Oh ya kamu bisa tolong untuk cari pekerjaan gak?”jawabku. “aku sih bisa tapi cuma sebagai tukang parkir” jawabnya. “gak apa-apa kok setidaknya aku dapat penghasilan untuk makan dan beli susu untuk Tara”.
                                                                                      ***

Hari pertama bekerja

            Setidaknya aku masih punya alasan untuk tetap hidup. Ya karena adikku kecilku. Aku janji aku terus bertahan demi Tara.
“gimana to rasanya kerja jadi tukang parkir?”Tanya Adam. “cukup lelah. Tapi aku akan tetap semangat.”jawabku. “oh ya gimana sama kegiatan bersih-bersih sungai dan lingkungan kamu itu?”pertanyaan yang cukup membuatku terkejut karena aku baru sadar aku melupakan kegiatan itu setelah ibuku tiada. “aku juga berjanji , mulai saat ini aku akan tetap menjalani hidup seperti biasa begitu juga meneruskan kegiatan ayahku untuk bersih-bersih sungai” tandasku dengan suara lantang.
                                                                                                        ***
Mataku terpana ketika kusaksikan 3 orang anak yang sebaya denganku memakai seragam putih merah. Hal itu sungguh mengiris kalbu, ketikaku sadar kini aku sudah putus sekolah. Sungguh aku haus, haus akan ilmu, haus akan masa- masa sekolah.
            Kini hanya tumpukan sampah yang ada di hadapanku. Sejenak ku lihat mobil lalu lalang di atas jembatan yang terletak di seberang sungai. Kulihat sebuah mobil box bertuliskan “MENGELOLA SAMPAH MENJADI KERAJINAN TANGAN DAPAT MENGHASILKAN UANG”.
             Tiba-tiba terlintas kata-kata ayahku ketika di pinggir sungai, dan susunan puisi yang terdapat dibalik foto tua ayahku.  Semua itu seperti rangkaian misteri dalam hidupku. Otakku berputar akan kata-kata yang ada.

Satu tarikan nafas adalah hidup
satu aliran darah adalah nyawa
setitik harapan adalah suatu perubahan
jejak-jejak kaki  adalah sebuah lukisan
torehan jari hanyalah penghias kata
Kadang mata tertutup melihat sampah
padahal sebuah  sampah bisa menjadi sebuah berlian

“Ya , kini aku mengerti. Kini aku tau lanjutan dari puisi itu.  Selama ini niatku hanya untuk membersihkan sungai. Padahal selain dapat membersihkan sungai usahaku selama ini juga dapat menghasilkan uang yang tentu berguna untuk kehidupanku.” Ucapku dalam hati.
                                                                                                  ***
jantungku memacu cepat
adrenalinku berkembang pesat
aliran darahku terus melesat
 Semangatku menggebu-gebu menyatu dalam tiap aliran darahku. Tak sabar rasanya untuk bersatu dengan sungaiku. Kini aku pecahkan rahasia puisi ayahku yang ternyata adalah petuah untuk terus semangat mencintai lingkungan disekitarku, karena sampah-sampah itu dapat menjadi sesuatu yang berarti dalam hidupku.
“Dam, aku punya pekerjaan tambahan nih. Mau gak ? ”tanyaku pada Adam. “apa?”dengan wajah penasaran dia bertanya padaku. “jadi gini, setiap sore aku selalu membersihkan sungai. Nah disana banyak sekali sampah yang dapat kita manfaatkan sebagai kerajinan tangan, masalah caranya kita bisa pelajari dibuku panduan milik ibuku. Jadi, dulu Ibuku bekerja sebagai buruh di suatu perusahaan hiasan.”jawabku dengan penuh semangat. “Ayo!!”dengan lantang Adam setuju dengan ajakanku
                Setiap hari kami selalu bersama mulai dari menjadi tukang parkir pada pagi hari, mengambil sampah sekaligus membersihkan sungai pada siang hari. Lalu pada sore harinya kami membuat hiasan untuk dijual dan melanjutkannya berjualan pada pukul.17.00.WIB.
                                                                                                                ***
                 Suatu sore di perempatan lampu merah kutawarkan hasil kerajinan tanganku dan Adam untuk diperjualbelikan. Tiba-tiba sebuah mobil mewah bewarna hitam membuka jendela, tak kusangka gadis cantik didalam mobil itu tertarik akan hasil karya kami. Iapun menanyakan alamat kami tinggal.
“ini kalian yang buat?” Tanya gadis cantik yang berkulitkan putih didalam mobil. “ya kak, beli dong. Murah loh hanya lima ribu saja” tawar ku. “baiklah kakak beli 3 ya. Oh ya, kaka minta alamat kalian ya” Tanya gadis itu. “oh rumah kami diseberang sungai itu kak. Itu rumah yang bewarna hijau milikku”jawab Adam.
                 Tak disangka gadis cantik yang mungkin berusia 20 tahun ini menanyakan alamat rumah kami. Dan tampaknya ia sangat tertarik dengan karya kami.
                                                                                                ***
                 Sore itu Aku dan Adam mengorek-ngorek serta memunguti sampah disungai.  Ku tatap sekelilingku, mataku tertuju pada seseorang yang sibuk memfoto lingkungan disekitarku. Tiba-tiba aku teringat orang itu adalah kakak yang tempo hari meminta alamat rumah aku dan Adam.
“hai, kalian yang  tempo hari berjualan di perempatan itu kan? Perkenalkan nama kakak Yana.”suara yang lembut keluar dari gadis itu. “ya kak, nama aku Tito”jawabku. “dan aku Adam”selak Adam dengan semangat.
“Oh ya ,kalian ngapain ngorek-ngorek sampah disini? “ Tanya kak Yana dengan penasaran. “oh , kami sedang membersihkan sungai sekaligus mencari sampah yang dapat kami manfaatkan untuk digunakan sebagai bahan baku kerajinan .”
              Kak Yana pun terus menghujani kami dengan beberapa pertanyaan, ia pun terus mengikuti kegiatan kami dan tidak lupa selalu memfoto setiap kegiatan yang kami lakukan. Jujur aku bingung apa yang ada difikiran kak Yana. Tapi aku hanya ingin fokus akan kesenanganku untuk mewujudkan lingkungan yang bersih dan juga memanfaatkan sumber daya yang ada.
                                                                                                     ***
Tin tin tin (bunyi klarkson mobil yang tampaknya terlalu dekat jaraknya dari rumahku)
         Sejenak ku buka jendela pagi dan mencoba menghirup udara yang kan masuk kedalam peredaran darahku. Entah mengapa pagi itu kampungku ramai sekali. Aku hanya mampu menengok kekanan dan kekiri namun hanya ada gerombolan orang yang berteriak-teriak.”Sudahlah mungkin lagi pada nonton bareng” ucapku. Ini saatnya ku mandi dan menyiapkan makanan serta susu untuk adikku.
         Seketika darahku beku, nafasku seakan berhenti. Sungguh kagetnya diriku ternyata ada seorang pria yang memekai jas beserta kak Yana dan beberapa orang datang kerumahku.
“ini pa, pahlawan yang aku ceritain ke papa. Pahlawan yang selalu cinta sama lingkungan dan gak putus asa untuk membersihkan sungai didepan rumahnya. Selain itu  dia juga menggunakan sampah yang ada menjadi kerajinan yang memiliki nilai jual cukup tinggi, seperti foto-foto yang kemarin aku tunjukan ke papa.” Cerita kak Yana pada seseorang yang tampaknya aku kenal.
“pak gubernur ini telefon dari SD Rajawali”ucap seseorang yang juga rapi memakai jas yang tampak seperti pengawai dari pria tersebut. Ya Aku baru ingat dia adalah gubernur diprovinsiku. Tapi mengapa dia kesini? Untuk apa? Dan mengapa dia menelepon SD Rajawali, yang merupakan tempat sekolahku dulu? Otakku masih dipenuhi oleh pertanyaan itu.
                  Tampaknya kak Yana mengerti kebingunganku, iapun menghampiriku “kamu tidak usah bingung, ini adalah papa kak Yana yang sekaligus gubernur provinsi ini, kakak membawa ayah kakak karena ayah kakak berminat untuk mengangkatmu menjadi anak asuhnya. Selain itu kamu, Adam dan Tara akan mendapatkan beasiswa dari ayah kakak. Sehingga kamu dapat kembali bersekolah”. Cerita kak Yana.
tetes tangis haru turun dari kedua pipiku,aku bersujud dan merasa bahagia karena keajaiban yang aku rasa adalah sebuah mimpi terwujud.
                                                                                                  ***

           Sejak saat itu aku dan Tara tinggal dirumah pak gubernur, Adam pun kembali melanjutkan pendidikannya. Kampungku yang dulu terkenal kumuh kini berubah menjadi asri dan sungai yang ada didepan rumahku telah bersih, apabila ada sampah wargapun segera membersihkannya. Tidak hanya itu kampungku pun menjadi kampung salah satu penghasil terbesar kerajinan hiasan yang berbahan baku sampah. Bahkan karya mereka telah sampai di luar negeri.
Sejenak aku teringat kata-kata yang sempat keluar dari bibir ayahku.
“karena sungai ini adalah bagian dari tempat tinggal kita, percayalah dibalik usaha yang kita lakukan pasti ada keajaiban yang akan datang”

-Sarah Fitriyana -

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar